Sabtu, 14 Desember 2013

Rheumatoid arthritis

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

1. DEFINISI
a.    Artritis rheumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien-pasien arthritis rheumatoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresivitasnya (Mansjoer,dkk, 2002).
b.   Penyakit rematik yang sering disebut arthritis (radang sendi) adalah penyakit yang mengenai otot-otot skelet, tulang, ligamentum, tendon dan persendian pada laki-laki maupun wanita dengan segala usia (Smeltzer, 2002).
c.     Artritis rheumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Pada umumnya selain gejala artikuler, AR dapat pula menunjukan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah, atau gangguan organ nonartikuler lannya (Sjaifoellah, 2004).
d.    Artritis rheumatoid adalah gangguan autoimun sistemik, ditandai dengan adanya arthritis erosive pada sendi synovial yang simetris dan kronis yang menyebabkan gangguan fungsi yang berat serta kecacatan (Davey, 2005).
e.    Rematik adalah penyakit inflamasi sistemik kronik (peradangan menahun) yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi membrane synovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi ( Rizasyah Daud, 1999).
f.    Rematik (arthritis rheumatoid) adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai system organ yang dipengaruhi oleh imunitas (kekebalan0 dan tidak diketahui penyebabnya dimana terjadi destruksi sendi (kerusakan sendi) progresif ( Price & Wilson, 2006).

2. ETIOLOGI
a.    Faktor genetik
Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relative 4 : 1 untuk menderita penyakit ini.
b.   Faktor lingkungan termasuk infeksi oleh bakteri atau virus
Umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok.


c.    Faktor hormone estrogen
Sering dijumpai remisi pada wanita hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor ketidakseimbangan hormonal estrogen.
d.   Faktor stress
Pada saat stress keluar heat shock protein (HSP) yang merupakan sekelompok protein berukuran sedang (60-90kDa) yang dibentuk oleh seluruh spesiaes pada saat stress.
e.    Penuaan (usia 30-60 tahun)
Seiring dengan bertambahnya usia, struktur anatomis dan fungsi organ mulai mengalami kemunduran. Pada lansia, cairan synovial pada sendi mulai berkurang sehingga pada saat pergerakan terjadi gesekan pada tulang yang menyebabkan nyeri.
f.    Inflamasi
Inflamasi meliputi serangkaian tahapan yang saling berkaitan. Antibodi immunoglobulin membentuk komplek imun dengan antigen. Fagositosis komplek imun akan dimulai dan menghasilkan reaksi inflamasi (pembengkakan, nyeri serta edema pada sendi).
g.   Degenerasi
Degenerasi kartilago artikuler disebabkan oleh gangguan keseimbangan fisiologis antara stress mekanis dan kemampuan jaringan sendi untuk bertahan terhadap stress tersebut. Kartilago artikuler maupun tulang dapat normal, tetapi beban (gaya yang dihasilkan oleh berat tubuh) yang berlebihan pada sendi menyebabkan jaringan tersebut gagal, atau beban pada sendi secara fisiologis masuh layak, tetapi kartilago artikuler atau tulangnya tidak normal.
Kartilago artikuler memainkan dua peranan mekanis yang penting dalam fisiologi sendi. Pertama kartilago artikuler memberikan permukaan penahan beban yang licin secara nyata, dan bersama cairan synovial, membuat gesekan (friksi) yang sangat rendah dalam gerakan. Kedua, kartilago artikuler akan meneruskan beban atau tekanan pada tulang sehingga mengurangi stress mekanis.
1)   Stress mekanis
Kartilago artikuler sangat resisten terhadap proses pengausan dalam kondisi gerakan yang berkali-kali. Ketika seorang berjalan, 3-4 kali berat tubuh akan ditarnsmisikan melalui sendi lutut. Ketika sendi mengalami stress mekanis yang berulang, elastisitas kapsula sendi, kartilago artikuler dan ligamentum akan berkurang.
2)   Lempeng artikuler (tulang subkondrial)
Akan menipis dan kemampuannya untuk menyerap kejutan menurun. Terjadi penyimpangan rongga sendi dan gangguan stabilitas. Pada sat lempeng artiluker lenyap, osteofit akan terbentuk di bagian tepi permukaan sendi dan kapsula serta membrane synovial menebal. Kartilago sendi mengalami degenerasi serta atrofi (mengeriput), tulang mengeras dan mengalami hipertrofi (menebal) pada permukaan sendinya. Dan ligamentum akan mengalami kalsifikasi. Sebagai akaibatnya terbentuk efusi sendi yang steril dan sinovitis sekunder.
3)   Perubahan pelumasan
Disamping perubahan pada kartilago artikuler dan tulang subkondrial, pelumasan juga merupakan faktor degenerasi. Bersama dengan beban sendi (gaya yang dipikul lewat sendi), pelumasan bergantung pada lapisan tipis cairan intersisial yang terpecah dari kartilago ketika terjadi kompresi antar permukaan sendi yang berlawanan.
4)   Immobilitas
Degenerasi kartilago akibat immobilitas sendi dapat terjadi akibat gangguan kerja pemompaan lubrikasi yang terjadi pada gerakan sendi.

3. KLASIFIKASI
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
a.    Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
b.   Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
c.    Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
d.   Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1)   Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
2)   Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3)   Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

 4.PATOFISIOLOGI
Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada penyakit rematik. Inflamasi akan terlihat pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit rematik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan synovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun.
Pada penyakit rematik degenerative dapat terjadi proses inflamasi yang sekunder. Sinovitis ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan suatu proses reaktif. Sinovitis dapat berhubungan dengan pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari kartilago artikuler yang mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi dapat pula terlibat.
RA merupakan manifestasi dari respon system imun terhadap antigen asing pada individu2 dengan predisposisi genetic.
Suatu antigen penyebab RA yang berada pada membrane synovial, akan memicu proses inflamasi. Proses inflamasi mengaktifkan terbentiknya makrofag. Makrofag akan meningkatkan aktivitas fagositosisnya terhadap antigen dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibody. Setelah berikatan dengan antigen, antibody yang dihasilkan akan membentuk komplek imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan komplek imun ini akan mengaktivasi system komplemen C5a.
Komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permiabilitas vaskuler, juga dapat menarik lebih banyak polimorfonukler (PMN) dan monosit kea rah lokasi tersebut.
Fagositosi komplek imun oleh sel radang akan disertai pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrin, prostaglandin yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Pengendapan komplek imun akan menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamine dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat yang akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membrane synovial dan akhirnya terbentuk pannus.
Masuknya sel radang ke dalam membrane synovial akibat pengendapan komplek imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam pathogenesis RA. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblast yang berproliferasi, mikrovaskuler dan berbagai jenis sel radang. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerakan sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degenerative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.

5. MANIFESTASI KLINIS
Kriteria dari American Rheumatism Association (ARA) yang direvisi tahun 1987, adalah:
a.     Kaku pada pagi hari (morning stiffness)
Pasien merasa kaku pada persendian dan disekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum perbaikan maksimal
b.      Artritis pada 3 daerah
Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian (soft tissue welling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang (hyperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersaman dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang memenuhi criteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
c.       Artritis pada persendian tangan
Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera diatas
d.      Artritis simetris
Maksudnya keterlibatan sendi yang sama (tidak mutlak bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak
e.       Nodul rheumatoid
Yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi dokter
f.       Faktor rheumatoid serum positif
Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5 % kelompok control
g.      Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas
Gambaran khas RA pada radiografi tangan dan pergelangan tangan. Diagnosis arthritis rheumatoid ditegakkan sekurang-kurangnya terpenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 - 4 terdapat minimal selama 6 minggu.

 Dalam buku KMB  vol 3 hal 1801 Smeltzer :
a.       Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi pada sendi yang terkena
b.      Palpasi sendi akan terasa jaringan lunak seperti spon/busa
c.       Pola khas dimulai dari sendi2 kecil pada tangan, pergelangan tangan dan kaki. Dengan semakin berlanjutnya penyakit, sendi lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, vertebra servikalis dan sendi temporomandibuler.
d.      Gejala bilateral dn simetris
e.       Awitan biasanya pagi hari
f.       Deformitas tangan dan kaki karena immobilitas dalam waktu lama yang menyebabkan kontraktur
g.      Demam, penurunan BB, mudah lelah, anemia, pembesan kelenjer limfe, dan fenomena Raynaud (vasospasme yang ditimbulkan oleh cuaca dingin dan stress sehingga jari-jari menjadi pucat dan sianosis.
6.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.       Tes faktor reuma biasnya positif pada > 75 % pasien AR
b.      Protein C-reaktif biasnya positif
c.       LED meningkat
d.      Leukosit normal atau meningkat sedikit
e.       Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi kronik
f.       Trombosit meningkat
g.      Kadar albumin serum menurun dan globulin naik
h.      Pada pemeriksaan rontgen semua sendi dapat terkena, namun yang paling sering adalah sendi metatarsofalang dn biasnya simetris.
7.KOMPLIKASI
Terjadinya penyakit Rheumatoid Arthritis akan meningkatkan resiko timbulnya berbagai komplikasi seperti :
a.       Osteoporosis
b.      Carpal Tunnel Syndrome
c.       Gangguan jantung
d.      Gangguan paru


8.PENATALAKSANAAN MEDIS
a.       Penatalaksaan Medis
1)      OAINS berupa aspirin (dibawah 65 tahun dosis 3-4 x 1 gr/hari), Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak dsb.
2)      DMARD (disease modifying antirheumatoid drugs) jika respon OAINS tidak baik. Seperti klorokuin, sulfasalazin, D-penisilamin, garam emas, obat imunosupresif, kortikosteroid.
3)      Pembedahan (jika berbagai cara pengobatan tidak berhasil)

b.      Rehabilitasi (untuk meningkatkan kualitas hidup pasien)
1)      Mengistirahatkan sendi yang terlibat
2)      Modalitas terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang rasa nyeri melalui arus listrik
3)      Pemakaian alat bidai, tongkat, kursi roda, dll
4)      Alat ortotik protetik
5)      Occupational therapy
6)      Mengurangi rasa nyeri
7)      Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi
8)      Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot
9)      Mencegah terjadinya deformitas
10)  Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri
11)  Memperthankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain
12)  Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan








KONSEP ASKEP
1.DIAGNOSA KEPERAWATAN
YANG MUNGKIN MUNCUL
a.       Nyeri akut/ kronis b/d agen cedera biologis
b.      Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan muskuloskeletal
c.       Deficit derawatan diri b/d ganghuan muskuloskeletal
d.      Kurang Pengetahuan b/d keterbatasan kognitif
e.       Resiko infeksi b/dtrauma


2.INTERVENSI (RENCANA TINDAKAN)
NOC
NIC
Pain level
1.    Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2.   Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3.   Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4.   Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5.   Tanda vital dalam rentang normal
6.   Tidak mengalami gangguan tidur
Pain management
1.    Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2.   Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3.   Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
4.   Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5.   Kurangi faktor presipitasi nyeri
6.   Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7.   Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
8.   Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
9.   Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
Mobility level
1.    Klien meningkat dalamaktivitasfisik.
2.   Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3.   Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
4.   Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)

Exercise therapy :ambulation
1.    Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
2.   Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
3.   Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
4.   Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
5.   Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6.   Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
7.   Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
8.   Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
9.   Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
0.  Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
1.  Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

Self Care assistane : ADLs
1.    Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2.   Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
3.   Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
4.   Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
5.   Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
6.   Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7.   Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8.   Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari. 
Kowledge : health Behavior
1.    Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2.   Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3.   Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
1.    Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
2.   Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3.   Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4.   Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5.   Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
6.   Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7.   Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
8.   Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
9.   Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
10.                Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yangtepat
Risk control
1.    Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2.   Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3.   Jumlah leukosit dalam batas normal
4.   Menunjukkan perilakuhidup sehat.
5.   Status imun,gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
1.    Pertahankan teknik aseptif
2.   Batasi pengunjung bila perlu
3.   Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
4.   Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
5.   Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
6.   Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
7.   Tingkatkan intake nutrisi
8.   Berikan terapi antibiotik
9.   Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
10. Pertahankan teknik isolasi k/p
11. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
12. Monitor adanya luka
13. Dorong masukan cairan
14.  Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
15. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam






DAFTAR PUSTAKA
Herdman, Heather.2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

Morhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). America : Mosby

Mc Closkey Dochterman, Joanne. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). America : Mosby

Mansjoer, arif. Dkk.2009, kapita selekta kedokteran . Jakarta. Media aesculapius

Anderson, Sylvia Price. Pathofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit
edisi 6 volume II. ECG. Jakarta : 2006


1-NANDA PUSPA A. 1C RHEUMATOID ARTHRITIS